25 Oktober 2009

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN HERNIA


I. PENGERTIAN
Kata hernia berasal dari bahasa latin herniae yaitu menonjolnya isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yg lemah pada dinding rongga.
Secara umum hernia merupakan proskusi (penonjolan) isi suatu rongga dari berbagai organ internal melalui pembukaan abnormal atau kelemahan pada otot yg mengelilinginya dan kelemahan pada jaringan ikat suatu organ tersebut (Griffith, 1994).
Menurut Long (1996) hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dan tempatnya yang normal melalui sebuah congenital atau akuisital.
Mansjoer (2000) menyatakan,”hernia merupakan suatu penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui lubang kongenital atau didapat” (p.313).
Menurut R. Syamsuhidajat, Wim Dejong (1998) Hernia merupakan produksi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen isi perut menonjol melalui defek atau bagian-bagian lemah dari lapisan muscular aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri dari cincin, kantong dan isi hernia,(p.700).
Hernia adalah adalah suatu keadaan menonjolnya isi usus suatu rongga melalui suatu lubang ( Oswari, 2000 ).
Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan atau struktur melewati dinding rongga yg secara normal memang berisi bagian-bagian tersebut (Nettina, 2001).
Jadi hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan.
II. KLASIFIKASI
Hernia diklasifikasikan menurut letak, sifat dan proses terjadinya.

Dilihat dari macam dan jenis hernia, maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
A. Berdasarkan terjadinya :
1. Hernia bawaan atau congenital, yakni Hernia yang terdapat pada waktu lahir.
2. Hernia dapatan atau akuisita, Hernia yang disebabkan oleh pengangkatan benda berat atau strain atau cedera berat
B. Berdasarkan letaknya:
1. Hernia Diafragma, Herniasi struktur abdomen atau retroeritoneum ke dalam rongga dada.
2. Hernia Inguinal, Hernia lengkung usus ke dalam kanalis inguinalis.
3. Hernia Umbilikal, Sejenis hernia abdominalis dengan sebagian usus menonjol di umbilikus dan ditutupi oleh kulit dan jaringan subkutan.
4. Hernia Femoral, Hernia gelung usus ke dalam kanalis femoralis.
5. Hernia Epigastrika, Hernia abdominalis melalui linea alba diatas umbilikus.
6. Hernia Lumbalis, Herniasi omentum atau usus di daerah pinggang melalui ruang lesshaft atau segitiga lumbal.
C. Menurut sifatnya :
1. Hernia Reponibel, Isi hernia dapat keluar masuk usus, keluar jika berdiri atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala abstruksi usus.
2. Hernia Irreponibel, Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritonium kantong hernia.
3. Hernia Inkarserata, Isi kantong tertangkap tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai akibatnya yang berupa gangguan pasage. Dapat juga diartikan hernia irreponible yang sudah disertai dengan gejala ileus yaitu tidak dapat flatus. Jadi pada keadaan ini terjadi obstruksi jalan makan.
4. Hernia Strangulata, Hernia irreponible dengan gangguan vaskulerisasi mulai dari bendungan sampai nekrosis.
D. Hernia menurut terlihat atau tidaknya
1. Hernia Externa, Hernia yang menonjol keluar malalui dinding perut, pinggang atau perineum.
2. Hernia Interna, Tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu lubang dalam rongga perut seperti foramen winslow, ressesus retrosekalis atau defek dapatan pada mesinterium. Umpamanya setelah anatomi usus.
(Syamsuhidayat, 1998 : 701)
III. PENYEBAB
Hernia dapat terjadi karena ada sebagian dinding rongga lemah. Lemahnya dinding ini mungkin merupakan cacat bawaan atau keadaan yang didapat sesudah lahir. Pekerjaan angkat berat yang dilakukan dalam jangka lama juga dapat melemahkan dinding perut (Oswari, 2000).

Penyebab hernia terbagi 2 yaitu:
1. Kongenital ,
Terjadi sejak lahir adanya defek pada suatu dinding rongga.
2. Didapat (akquisita)
Hernia ini didapat oleh suatu sebab yaitu umur, obesitas, kelemahan umum, lansia, tekanan intra abdominal yang tinggi dan dalam waktu yang lama misalnya batuk kronis, gangguan proses kencing, kehamilan, mengejan saat miksi, mengejan saat defekasi, pekerjaan mengangkat benda berat (Mansjoer, Arif : 2000 : 314).

IV. PATOFISIOLOGI
Hernia inguinalis direk, hernia ini melewati dinding abdomen di area kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Ini lebih umum pada lansia. Hernia inguinalis direk secara bertahap terjadi pada area yang lemah ini karena defisiensi kongenital. Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah faktor kongenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu kehamilan yang dapat menyebabkan masuknya isi rongga perut melalui kanalis inguinalis, faktor yang kedua adalah faktor yang didapat seperti hamil, batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat dan faktor usia, masuknya isi rongga perut melalui kanal ingunalis, jika cukup panjang maka akan menonjol keluar dari anulus ingunalis ekstermus. Apabila hernia ini berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum karena kanal inguinalis berisi tali sperma pada laki-laki, sehingga menyebakan hernia scrontalis. Hernia ada yang dapat kembali secara spontan maupun manual juga ada yang tidak dapat kembali secara spontan ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali.
Keadaan ini akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau berpindah sehingga aktivitas akan terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap cincin hernia maka isi hernia akan terjepit sehingga terjadi hernia strangulate yang akan menimbulkan gejala illeus yaitu gejala abstruksi usus sehingga menyebabkan peredaran darah terganggu yang selanjutnya karena kurangnya suplai oksigen bisa terjadi Iskemik. Isi hernia ini akan menjadi nekrosis.
Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltik usus yang bisa menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate akan timbul gejala illeus yaitu perut kembung, muntah dan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul lebih berat dan kontinyu, daerah benjolan menjadi merah.(Manjoer, Arif, 2000 : 314 – 315, Syamsuhidayat, 1998 : 706)
Hernia femoralis, hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada wanita dari pada pria. Ini mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis femoralis yang membesar dan secara bertahap menarik peritonium dan hampir tidak dapat dihindari kandung kemih masuk ke dalam kantung. Ada insiden yang tinggi dari inkar serata dan strangulasi dengan tipe hernia ini.
Hernia umbilikalis, hernia umbilikalis pada orang dewasa lebih umum pada wanita karena peningkatan tekanan abdominal. Ini biasanya terjadi pada klien gemuk dan wanita multipara (Ester, 2002 : 53).
Hernia umbilicalis terjadi karena kegagalan orifisium umbilikal untuk menutup (Nettina, 2001 : 253)
Bila tekanan dari cincin hernia (cincin dari jaringan otot yang dilalui oleh protusi usus) memotong suplai darah ke segmen hernia dari usus, usus menjadi terstrangulasi. Situasi ini adalah kedaruratan bedah karena kecuali usus terlepas, usus ini cepat menjadi gangren karena kekurangan suplai darah (Ester, 2002 : 55).
Pembedahan sering dilakukan terhadap hernia yang besar atau terdapat resiko tinggi untuk terjadi inkarserasi. Suatu tindakan herniorrhaphy terdiri atas tindakan menjepit defek di dalam fascia. Akibat dan keadaan post operatif seperti peradangan, edema dan perdarahan, sering terjadi pembengkakan skrotum. Setelah perbaikan hernia inguinal indirek. Komplikasi ini sangat menimbulkan rasa nyeri dan pergerakan apapun akan membuat pasien tidak nyaman, kompres es akan membantu mengurangi nyeri (Long. 1996 : 246).

Gambar 1. Bagian-bagian Hernia2
1. Kantong hernia: pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis; 2. Isi hernia: berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia. Pada hernia abdominalis berupa usus; 3. Locus Minoris Resistence (LMR); 4. Cincin hernia: Merupakan bagian locus minoris resistence yang dilalui kantong hernia; 5. Leher hernia: Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia



V. CARA PEMERIKSAAN FISIK PASIEN HERNIA
Inspeksi Daerah Inguinal dan Femoral
Meskipun hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan viskus, atau sebagian daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal, 90% dari semua hernia ditemukan di daerah inguinal. Biasanya impuls hernia lebih jelas dilihat daripada diraba.
Pasien disuruh memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Lakukan inspeksi daerah inguinal dan femoral untuk melihat timbulnya benjolan mendadak selama batuk, yang dapat menunjukkan hernia. Jika terlihat benjolan mendadak, mintalah pasien untuk batuk lagi dan bandingkan impuls ini dengan impuls pada sisi lainnya. Jika pasien mengeluh nyeri selama batuk, tentukanlah lokasi nyeri dan periksalah kembali daerah itu.
Palpasi
Palpasi hernia inguinal dilakukan dengan meletakan jari pemeriksa di dalam skrotum di atas testis kiri dan menekan kulit skrotum ke dalam. Harus ada kulit skrotum yang cukup banyak untuk mencapai cincin inguinal eksterna. Jari harus diletakkan dengan kuku menghadap ke luar dan bantal jari ke dalam. Tangan kiri pemeriksa dapat diletakkan pada pinggul kanan pasien untuk sokongan yang lebih baik.
Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika di lateral masuk ke dalam kanalis inguinalis sejajar dengan ligamentum inguinalis dan digerakkan ke atas ke arah cincin inguinal eksterna, yang terletak superior dan lateral dari tuberkulum pubikum. Cincin eksterna dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan.
Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di dalam kanalis inguinalis, mintalah pasien untuk memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Seandainya ada hernia, akan terasa impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung atau bantal jari penderita. Jika ada hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan perhatikanlah apakah hernia itu dapat direduksi dengan tekanan yang lembut dan terus-menerus pada massa itu. Jika pemeriksaan hernia dilakukan dengan perlahan-lahan, tindakan ini tidak akan menimbulkan nyeri.
Setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini diulangi dengan memakai jari telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan. Sebagian pemeriksa lebih suka memakai jari telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan pasien, dan jari telunjuk kiri untuk memeriksa sisi kiri pasien. Cobalah kedua teknik ini dan lihatlah cara mana yang anda rasakan lebih nyaman.
Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak tembus cahaya, suatu hernia inguinal indirek mungkin ada di dalam skrotum. Auskultasi massa itu dapat dipakai untuk menentukan apakah ada bunyi usus di dalam skrotum, suatu tanda yang berguna untuk menegakkan diagnosis hernia inguinal indirek.
Transluminasi Massa Skrotum
Jika anda menemukan massa skrotum, lakukanlah transluminasi. Di dalam suatu ruang yang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi pembesaran skrotum. Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis normal tidak dapat ditembus sinar. Transmisi cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel atau spermatokel.

Tabel 1. Diagnosis Banding Pembesaran Skrotum yang Lazim Dijumpai8

Diagnosis Umur Lazim
(Tahun)
Transiluminasi Eritema
Skrotum
Nyeri
Epididimitis Semua umur Tidak Ya Berat
Torsio testis < 35 Tidak Ya Berat
Tumor testis < 35 Tidak Tidak Minimal
Hidrokel Semua umur Ya Tidak Tidak ada
Spermatokel Semua umur Ya Tidak Tidak ada
Hernia Semua umur Tidak Tidak Tidak ada sampai sedang*
Varikokel > 15 Tidak Tidak Tidak ada
* Kecuali kalau mengalami inkarserasi, di mana nyerinya mungkin berat


VI. Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Penunjang
1. Manifestasi klinis
Umumnya pasien mengatakan turunnya selangkangan atau kemaluan. Benjolan tersebut bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur dan bila menangis, mengejan atau mengangkat benda berat atau bila posisi berdiri bisa timbul kembali. Bila telah terjadi komplikasi dapat ditemukan nyeri.
Keadaan umum pasien biasanya baik. Bila benjolan tidak tampak, pasien dapat disuruh mengejan dengan menutup mulut dalam posisi berdiri. Bila ada hernia maka akan tampak benjolan. Bila memang sudah tampak benjolan, harus diperiksa apakah benjolan tersebut dapat dimasukkan kembali. Pasien diminta berbaring, bernapas dengan mulut untuk mengurangi tekanan intraabdominal, lalu skrotum diangkat perlahan-lahan. Diagnosis pasti hernia pada umumnya sudah dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang teliti.
Keadaan cincin hernia juga perlu diperiksa. Melalui skrotum jari telunjuk dimasukkan ke atas lateral dari tuberkulum pubikum. Ikuti fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus. Pada keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk. Pasien diminta mengejan dan merasakan apakah ada massa yang menyentuh jari tangan: Bila massa tersebut menyentuh ujung jari maka itu adalah hernia inguinalis lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi jari maka diagnosisnya adatah hernia inguinalis medialis.
Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai hematuria (kencing darah) disamping benjolan di bawah sela paha.
Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di daerah perut disertai sasak nafas.
Bila pasien mengejan atas batuk maka benjolan hernia akan bertambah besar. (Oswari, 2000 : 218)







2. Pemeriksaan penunjang

a. Foto Abdomen, Dapat menyatakan adanya pengerasan material pada apendiks (fekalit), ileus terlokalisis.
b. Urinalisis, Munculnya bakteri yang mengidentifikasi infeksi.
c. Elektrolit, Ketidakseimbangan akan mengganggu fungsi organ, misalnya penurunan kalium akan mempengaruhi kontraktilitan otot jantung, mengarah kepada penurunan curah jantung.
d. AGD (Analisa Gas Darah), Mengevaluasi status pernafasan terakhir.
e. ECG (Elektrocardiograf), Penemuan akan sesuatu yang tidak normal membutuhkan prioritas perhatian untuk memberikan anestesi (Doengoes, 2000 : 902).

Intervensi Medis
a. Terafi konservatif / non bedah meliputi:
 Penggunaan alat penyokong, ini bersifat sementara seperti pemakaian sabuk/korset pada hernia ventralis.
 Dilakukan reposisi postural pada pasien dengan hernia inkarserata yg tidak menunjukan gejala sistemik.
b. Terapi umum adalah operasi.
VII. KOMPLIKASI
Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan ini disebut hernia inguinalis ireponibilis. pada keadaan ini belum ada ada gangguan penyaluran isi usus. Isi hernia yang tersering menyebabkan keadaan ireponibilis adalah omentum, karena mudah melekat pada dinding hernia dan isinya dapat menjadi lebih besar karena infiltrasi lemak. Usus besar lebih sering menyebabkan ireponibilis daripada usus halus.
Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat makin banyaknya usus yang masuk. Keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus diikuti dengan gangguan vaskular (proses strangulasi). Keadaan ini disebut hernia inguinalis strangulata.
Pada keadaan strangulata akan timbul gejala ileus, yaitu perut kembung, muntah, dan obstipasi. Pada strangulasi nyeri yang timbul lebih hebat dan kontinyu, daerah benjolan menjadi merah, dan pasien menjadi gelisah.

VIII. PENGKAJIAN
Aktivitas/istirahat
 Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat berat, duduk, mengemudi dan waktu lama.
 Membutuhkan papan/matras yang keras saat tidur.
 Penurunan rentang gerak dan ekstremitas pada salah satu bagian tubuh.
 Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.
 Atrofi otot pada bagian tubuh yang terkena gangguan dalam berjalan

Eliminasi
 Konstipasi dan adanya inkartinensia/retensi urine.
Integritas Ego
 ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas, masalah pekerjaan finansial keluarga, hubungan dan gaya hidup.
 Tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga
 Susah tidur, peningkatan ketegangan/peka rangsang
Neurosensori
 Kesemutan, kekakuan, kelemahan dari tangan/kaki.
 Penurunan reflek tendon dalam, kelemahan otot, hipotonia.
 Nyeri tekan/spasme otot paravertebralis, penurunan persepsi nyeri
Keamanan
 Alergi terhadap obat dan makanan, plester, larutan disinfektan.
 Difisiensi imun, menigkatkan resiko infeksi sistemik dan penundaan penyembuhan.
 Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi.
 Riwayat tranfusi darah/reaksi terhadap tranfusi darah.
Kenyamanan
 nyeri seperti tertusuk pisau, yang akan semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin, defekasi, nyeri yang tidak ada hentinya, nyeri yang menjalar ke kaki, bokong, bahu/lengan, kaku pada leher.(Doenges, 1999 : 320-321).
Post Operasi.
Adapun data-data yang harus dikaji pasca operasi hernioraphy adalah sebagai berikut :
System pernafasan.
 Potensi jalan nafas,
 Perubahan pernafasan (rata-rata, pola dan kedalaman), RR < 10 x/menit,
 Auskultasi paru : keadekuatan ekspansi paru, kesimetrisan.
 Inspeksi : pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma, retraksi sternal, thorax drain.
System cardiovascular.
 Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tiap 15 menit (4x), 30 menit (4x), 2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil.
 Kaji sirkulasi perifer (kualitas denyut, warna, temperature, dan ukuran ekstremitas).
Keseimbangan cairan dan elektrolit :
 Inspeksi membrane mukosa (warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan), kaji intake/output,
 Monitor cairan intravena dan tekanan darah.
System persarafan.
 Kaji fungsi serebral dan tingkat kesadaran, kekuatan otot, koordinasi.
System perkemihan.
 Control volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 - 8 jam pasca anesthesia,
 Retensio urine,
 Dower catheter (kaji warna, jumlah urine, output urine < 30 ml/jam)
System gastrointestinal.
 Mual muntah,
 Kaji fungsi gastrointestinal dengan auskultasi suara usus, kaji palitik ileus,
 Insersi NG tube intra operatif dengan drainage lambung (untuk memonitor perdarahan, mencegah obstruksi usus, irigasi atau pemberian obat, jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6- 8 jam).
System integument.
 Kaji factor infeksi luka,
 Diostensi dari odema/palitik illeus,
 Tekanan pada daerah luka, dehiscence, eviscerasi.
Drain dan balutan.
 Semua balutan dan drain dikaji setiap 15 menit pada saat diruang post anesthesia recovery meliputi jumlah, warna, konsistensi, dan bau cairan drain dan tanggal observasi.
Pengkajian nyeri.
 Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah, drain dan posisi intra operatif.
 Kaji tanda fisik dan emosi (peningkatan nadi dan tekanan darah, hypertensi, diaphoresis, gelisah, menangis), kaji kualitas nyeri sebelum dan setelah pemberian analgetik.

Pathway (Mansjoer. Arif, 2000 : 314-315 ; Syamsuhidayat, 1998 : 706 ; NANDA, 2005 ; Doengoes, 2000)



IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnose keperawatan post operatif.
1. Gangguan rasa nyaman (Nyeri) berhubungan dengan diskontinuitas jaringan akibat tindakan operasi. (capernito, 2000)
 Tujuan : nyeri hilang atau berkurang
 Criteria hasil:
o Klien mengungkapkan rasa nyeri hilang atau berkurang
o Tanda-tanda vital normal
o Pasien tampak tenang dan rileks
 Intervensi :
o Pantau dan perhatikan lokasi dan intensitas nyeri pasien (skala 0 – 10) serta faktor pemberat/penghilangnya.
o Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri segera saat mulai.
o Pantau tanda-tanda vital
o Kaji insisi bedah, perhatikan edema ; perubahan konter luka (pembentukan hematoma) atau inflamasi/mengeringnya tepi luka.
o Dorong Ambulasi diri
o Ajarkan teknik relaksasi dan Distraksi
o Kolaborasi Pemberian Obat Alagetik
(Doengos Marillyn, 2000 )
 Rasional :
o Nyeri insisi bermakna pada pasca operasi awal, diperberat oleh pergerakan, batuk, distensi abdomen, mual.
o Intervensi diri pada kontrol nyeri memudahkan pemulihan otot/jaringan dengan menurunkan tegangan otot dan memperbaiki sirkulasi.
o Respon autonemik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernapasan yang berhubungan dengan keluhan/penghilang nyeri. Abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lanjut.
o Perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi lokal atau terjadinya infeksi dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi. Meningkatkan normalisasi fungsi organ contoh merangsang perstaltik dan lelancaran flaktus.
o Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian dapat meningkatkan koping.
o Memberikan penurunan nyeri hebat
2. Immobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak
 Tujuan : Pasien dapat beraktivitas dengan nyaman
 Kriteria hasil :
o Menunjukkan mobilitas yang aman
o Meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit
 Intervensi :
o Berikan aktivitas yang disesuaikan dengan pasien
o Anjurkan keluarga dalam melakukan meningkatkan kemandirian pasien
o Anjurkan pasien untuk beraktivitas sehari-hari dalam keterbatasan pasien
o Kolaborasi dalam pemberian obat

 Rasional :
o Imbolitas yang dipaksakan dapat memperberat keadaan.
o Partisipasi keluarga akan meningkatkan kemandirian pasien.
o Keterbatasan aktivitas bergantung pada kondisi yang khusus tetapi biasanya berkembang dengan lambat sesuai toleransi
o Obat dapat meningkatkan rasa nyaman dan kerjasama pasien selama melakukan aktivitas.
(Doengoes Marillyn, 2000 : 324)
3. Risiko terjadinya infeksi berhubungan dengan insisi bedah/operasi
 Tujuan : tidak ada infeksi
 Criteria hasil :
o Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus
o Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor
o Tanda-tanda vital normal
 Intervensi :
o Pantau tnda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu.
o Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya inflamasi
o Observasi terhadap tanda/gejala peritonitas, misal : demam, peningkatan nyeri, distensi abdomen.
o Pertahankan perawatan luka aseptik, pertahankan balutan kering.
o Lakukan perawatan terhadap prosedur infasif seperti infus, kateter, drainase luka dll.
o Berikan obat-obatan sesuai indikasi : Antibiotik, misal : cefazdine (Ancel)
 Rasional :
o Suhu malam hari memuncak yang kembali ke normal pada pagi hari adalah karakteristik infeksi.
o Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan.
o Meskipun persiapan usus dilakukan sebelum pembedahan elektif, peritonitas dapat terjadi bila usus terganggu. Misal : ruptur pra operasi, kebocoran anastromosis (pasca operasi) atau bila pembedahan adalah darurat.
o Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah sebagai sumbu retrogad, menyerap kontaminasi eksternal.
o Untuk mengurangi resiko infeksi nosokomial.
o Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi
 Tujuan : pasien dapat tidur dengan nyaman
 Criteria hasil:
o Pasien mengungkapkan kemapuan untuk tidur
o Pasien tidak merasa lelah ketika bangun tidur
o Kualitas dan kuatitas tidur normal
 Intervensi :
o Berikan kesempatan untuk istirahat atau tidur, anjurkan latihan pada siang hari, turunkan aktivitas mental/fisik pada sore hari.
o Evaluasi tingkat stress/orientasi sesuai perkembangan hari demi hari
o Lengkapi jadwal tidur dan ritual secara teratur
o Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi dan massage punggung.
o Turunkan jumlah minum pada sore hari dan buang air kecil sebelum tidur.
 Rasionalisasi :
o Aktivitas fisik dan mental yang lama dapat mengakibatkan kelelahan sehingga pasien susah tidur. Aktivitas yg terprogram dan tanpa stimulasi yg berlebihan dapat menigkatkan waktu tidur.
o Peningkatan kebingungan, disorientasi dan tingkah laku yg tidak kooperatif (sindrom sundowner) dapat melanggar pola tidur yg mencapai tidur pulas.
o Mempertahankan kestabilan pola diharapkan dengan kebiasaan tidur pada waktu yang tetap dapat meningkatkan kualitas tidur.
o Meningkatkan relaksasi dan perasaan mengantuk.
o Menurunkan kebutuhan ke kamar mandi untuk BAK pada malam hari.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

great posting... really helpful...
thanks

ABAH mengatakan...

you are wellcome.