31 Oktober 2009

MASALAH KEPERAWATAN ANAK DGN PERTUSIS

Masalah yang biasa timbul pada anak dengan pertusis adalah gangguan kebutuhan nutrisi, gangguan rasa aman dan nyaman, resiko terjadinya komplikasi dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.

1. Gangguan kebutuhan nutrisi.
Gangguan kebutuhan nutrisi pada pasien dengan batuk rejan terutama karena akibat selalu muntah setiap serangan batuk, serangan yang berulang dapat menimbulkan anoreksia, sehingga keadaan tersebut menyebabkan pasien menjadi kurus (kaheksia). Untuk mengurangi hal tsb diusahakan agar intake seimbang, dengan cara sesaat setelah muntah dapat diberikan makanan / minuman ( susu ).

2. Gangguan rasa aman dan nyaman.
Terjadi karena serangan batuk yang lama dan berulang, sehingga anak akan kelelahan dan kurang istirahat. Pada saat batuk anak menderita kesukaran bernafas sehingga anak menjadi gelisah, o/k itu anak ditemani. Ganti baju anak segera setelah muntah, berikan minuman serta usahakan agar anak dapat beristirahat. Hal yang terpenting adalah menghindari penyebab serangan batuk, misalnya terlalu lama menangis atau tertawa terbahak-bahak. Obat harus diberikan dengan benar dan jika dimuntahkan usahakan setelah tenang agar diberikan lagi, sebaiknya obat diberikan setelah reda dari serangan batuk.

3. Resiko terjadinya komplikasi.
Penyakit batuk rejan dapat menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjadi komplikasi yang kadang – kadang bahayanya lebih besar dari penyakit batuk rejan itu sendiri, misalnya ; tuberkulosis yang telah ada akan menjadi makin parah, dan jika terjadi perdarahan pada otak setelah sembuh akan meninggalkan gejala sisa berupa kelumpuhan atau bahkan retardasi mental. Cara paling mudah untuk mencegah terjadinya batuk rejan adalah pemberian imunisasi bersama vaksin lainnya yang biasa disebut DPT dan Polio, selain vaksin juga jika anak sakit batuk segera bawa berobat agar dapat didiagnosa secara dini.

4. Kurang pengetahuan orangtua mengenai penyakit.
Pada umumnya orang awam tidak mengerti bahwa anaknya menderita batuk rejan yang dapat menyebabkan penderitaan lama bagi anaknya jika tidak mendapat pengobatan yang tepat. Jika diagnosis telah ditentukan oleh dokter, perlu dijelaskan kepada orangtua psien bahwa penyakit ini mudah menular sehingga anak disekitar dapat tertular. Untuk menghindari penularan, jika ada anak kecil lainnya dirumah sebaiknya dipisahkan ( jika memungkinkan ) dan anak diberi imunisasi.
Karena anak setiap habis batuk selalu muntah maka harus disediakan tempat untuk muntah, misalnya di WC dan selalu disiram dengan air sebanyak – banyaknnya, jika anak muntah dilantai hendaknya bekas muntahan disiram dengan desinfektan karena itu merupakan sumber penularan. Untuk mencegah anak menjadi kurus karena selalu muntah maka orang tua harus telaten memberikan makanan bergizi TKTP. Hal lain yang harus diperhatikan orangtua adalah pemberian imunisasi.
ASKEP ANAK DENGAN MORBILI

Penyakit morbili merupakan penyakit yang mudah sekali menular, selain itu sering menyebabkan kematian jika mengenai anak yang keadaan gizinya buruk sehingga anak mudah sekali mendapat komplikasi terutama bronchopneomonia.
Masalah yang perlu diperhatikan ialah kebutuhan nutrisi, ganguan suhu tubuh, gangguan rasa nyaman, resiko terjadi komplikasi, dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakitnya.

1. Kebutuhan nutrisi.
Penyakit morbili menyebabkan anak menderita malaise dan anoreksia, anak sering mengeluh mulutnya pahit sehingga tidak mau makan / minum. Demam yang tinggi menyebabkan pengeluaran cairan yang lebih banyak, keadaan ini akan memudahkan timbulnya komplikasi. Berikan makanan lunak misalnya bubur pakai kuah sup atau bubur santan pakai gula, usahakan makanan masuk sesering mungkin. Jika suhu sudah turun nafsu makan muali timbul berikan diet TKTP.

2. Gangguan suhu tubuh.
Morbili selalu didahului demam tinggi bahkan dapat terjadi hyperpireksia yang walaupun telah diberi obat penurun panas / antibiotika tidak turun juga sebelum enantem / eksantem keluar. Demam yang disebabkan infeksi virus pada akhirnya akan turun dengan sendirinya setelah campaknya keluar banyak, kecuali jika terjadi komplikasi demam akan berlangsung lebih lama. Untuk menurunkan suhu tubuh biasanya diberikan antipiretikum dan jika tinggi sekali juga diberikan sedativa untuk mencegah terjadinya kejang.

3. Gangguan rasa aman dan nyaman.
Gangguan ini dirasakan anak karena adanya demam, tak enak badan, mulut terasa pahit dan kadang–kadang muntah, batuk bertambah banyak dan akan berlangsung lebih lama dari pada morbilinya sendiri. Jika eksantem telah keluar anak akan merasakan gatal, hal ini menambah gangguan aman dan kenyamanan anak, untuk mengurangi rasa gatal tubuh anak dibedaki bedak salisil 1 % atau yang lainnya (sesuai resep dokter). Selama demam masih tinggi anak jangan dimandikan tetapi sering dibedaki, boleh dilap muka serta tangan dan kakinya saja. Jika suhu sudah turun untuk mengurangi rasa gatal dapat dimandikan dengan PK 1/1000 atau air hangat saja dan jangan terlalu lama. Dapat juga menggunakan phisohex / bethadine.

3. Resiko terjadi komplikasi.
Penyakit morbili menyebabkan daya tahan tubuh sangat menurun, hal ini dapat dibuktikan dengan uji tuberkkulin yang semula positif berubah negatif, ini menunjukan bahwa antigen antibodi pasien sangat kurang kemampuannya untuk bereaksi terhadap infeksi. Komplikasi yang sering terjadi adalah OMA, ensefhalitis dan yang paling sering adalah bronchopneomonia. akibat kelemahan tubuh apalagi jika pasien menderita malnutrisi akan menyebabkan pasien tidak bergerak dan hanya berbaring saja, sehingga sirkulasi udara dalam paru kurang baik dan terjadi pneomonia hipostatik atau pasien menderita bronchopneomonia. Untuk menghindari atau mengurangi kemungkinan tersebut pasien perlu :
• Diubah sikap baringnya beberapa kali sehari dan berikan bantal untuk meninggikan kepalanya, dudukan anak pada waktu minum atau dipangku.
• Jangan membaringkan pasien di depan jendela atau membawa pasien ke luar rumah selama masih demam (jika anak terkena angin, batuk akan menjadi lebih parah.

Jika anak yang menderita morbili terlihat selalu tidur saja, tidak mau minum / makan dan anak makin lemah, segera bawa berobat atau jika suhunya teteap tinggi dan kesadaran anak makin menurun ada kemungkinan anak mendapat komplikasi ensephalitis.

4. Kurangnya pengetahuan orangtua mengenai penyakit.
Adanya kenyataan bila penyakit morbili mengenai anak yang menderita kekuranagn gizi sering menyebabkan kematian karena mendapat komplikasi, maka penyakit ini dapat dicegah dengan vaksinasi campak. Oleh karena itu perlu dilakukan penyuluhan terutama didaerah yang rawan gizi agar semua anak diberikan vaksinasi campak. Selain itu juga penyuluhan tentang pentingnya pemberian gizi yang baik bagi anak balita agar mereka tidak mudah terkena infeksi.

27 Oktober 2009

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DGN HEMORROID


I. Anatomi dan Fisiologi Anorektum
Rectum adalah bagian terminal dari intestinum crasum yang merupakan kelanjutan dari colon sigmoideum. Rectum terletak di linea mediana sebelah anterior dari sacrum. Rectum dibagi menjadi 2 bagian, yaitu rectum propium dan canalis analis. Canalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ektoderm, sedangkan rectum berasal dari entoderm. Karena perbedaan asal inilah maka vaskularisasi, innervasi, dan pengaliran limfe berbeda juga, demikian pula epitel yang menutupinya. Canalis analis dan sekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatik dan peka terhadap rangsang nyeri. Sedangkan mukosa rectum mempunyai persarafan otonom dan tidak peka terhadap nyeri (Budianto, 2004; Syamsuhidajat, 1997).
Di anus terdapat otot-otot sphincter yang mengatur kontraksinya antara lain : m. levator ani, m. sphincter ani internus, dan m. sphincter ani externus. Rectum mendapat vascularisasi dari a. rectalis superior cabang a. mesenterica inferior, a. rectalis media cabang a. hipogastrica, dan a. rectalis inferior cabang a. pudenda interna. Sedangkan aliran darah balik rectum terdiri dari 2 vena, yaitu v hemoroidalis supeiro dan v hemoroidalis inferior. V hemoroidalis superior berasal dari plexus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah cranial ke dalam v mesenterica inferior dan seterusnya melalui v lienalis ke v porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan rongga abdomen menentukan tekanan di dalamnya. V hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke dalam v pudenda interna dan ke dalam v iliaca interna dan sistem cava. Pembesaran v hemoroidalis dapat menimbulkan keluhan hemoroid (Faradillah, Firman, dan Anita, 2009; Syamsuhidajat, 1997).
II. PENGERTIAN
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia 50 an , 50 % individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena.
Hemoroid adalah pelebaran vena (varises) di dalam plexus hemoroidalis yang bukan merupakan keadaan patologik. Hanya bila menyebabkan keluhan atau penyulit diperlukan tindakan (Syamsuhidajat, 1997).

III. ETIOLOGI
Yang mempengaruhi terjadinya pelebaran pleksus hemoroidalis di bagi menjadi dua :
1. Bendungan sirkulasi portal akibat kelaian organik seperti :
a. Hepar sirosis hepatis. Fibrosis jaringan hepar akan meningkatkan resistensi aliran vena ke hepar sehingga terjadi hepartensi portal. Maka akan terbentuk kolateral antara lain ke esopagus dan pleksus hemoroidalis .
b. Bendungan vena porta, misalnya karena trombosis
c. Tumor intra abdomen, terutama didaerah velvis, yang menekan vena sehingga aliranya terganggu. Misalnya tumor ovarium, tumor rektal dan lain lain.
2. Idiopatik, tidak jelas adanya kelainan organik hanya ada faktor - faktor yg mungkin menjadi penyebab timbulnya hemoroid seperti :
a. Keturunan atau heriditer. Dalam hal ini yang menurun adalah kelemahan dinding pembuluh darah, dan bukan hemoroidnya.
b. Anatomi, vena di daerah masentrium tidak mempunyai katup. Sehingga darah mudah kembali menyebabkan bertambahnya tekanan di pleksus hemoroidalis.
c. Peningkatan tekanan intra abdomen,pada :
 Orang yang pekerjaanya banyak berdiri atau duduk dimana gaya grapitasi akan mempengaruhi timbulnya hemoroid.
 Kehamilan
 Gangguan devekasi dan miksi (BPH)
 Pekerjaan yang mengangkat benda - benda berat
 Tonus spingter ani yang kaku atau lemah

IV. PATOFISIOLOGI :
Hemorrhoid interna :
Sumbatan aliran darah system porta menyebabkan timbulnya hipertensi portal dan terbentuk kolateral pada vena hemorroidalis superior dan medius.
Hemorrhoid eksterna:
Robeknya vena hemorroidalis inferior membentuk hematoma di kulit yang berwarna kebiruan, kenyal-keras,dan nyeri.


1. HEMOROID INTERNA
Hemoroid yang terjadi diatas sfinter anal. Hemoroid internal tidak selalu menimbulkan rasa sakit sampai hemoroid ini membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolaps. Hemoroid ini terbagi atas empat derajat :
 Derajat I, timbul pendarahan varises, prolapsi / tonjolan mukosa tidak melalui anus dan hanya dapat di temukan dengan proktoskopi.
 Derajat II, terdapat trombus di dalam varises sehingga varises selalu keluar pada saat devakasi, tapi setelah devakasi selesai, tonjolan tersebut dapat masuk dengan sendirinya.
 Derajat III, Keadaan dimana varises yang keluar tidak dapat masuk lagi dengan sendirinya tetapi harus di dorong.
 Derajat IV, terjadi prolaps hemoroid, dimana hemoroid yg keluar tidak dapat dimasukan kembali.
2. HEMOROID EKSTERNA.
Hemoroid eksternal terjadi diluar sfinter anal dan sering dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh thrombosis. Trombosis adalah pembekuan darah didalam hemoroid. Ini dapat menimbulkan iskemia dan nekrosis. Hemoroid eksterna dapat di klasifikasikan menjadi 2 yaitu :
 Akut, Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya adalah hematom, walaupun disebut sebagai trombus eksterna akut.
Tanda dan gejala yang sering timbul adalah:
 Sering rasa sakit dan nyeri
 Rasa gatal pada daerah hemorid
Kedua tanda dan gejala tersebut disebabkan karena ujung – ujung saraf pada kulit merupakan reseptor rasa sakit .
 Kronik, Hemoroid eksterna kronik atau “Skin Tag” terdiri atas satu lipatan atau lebih dari kulit anus yang berupa jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.
V. KOMPLIKASI
Terjadinya perdarahan , Pada derajat satu darah kelur menetes dan memancar.
Terjadi thrombosis, Karena hemoroid keluar sehinga lama - lama darah akan membeku dan terjadi trombosis.
Peradangan, Kalau terjadi lecet karena tekanan vena hemoroid dapat terjadi infeksi dan meradang karena disana banyak kotoran yang dan kuman.


VI. PENATALAKSANAAN
Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat didihilangkan dengan hygiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama defekasi. Diet tinggi serta yg mengandung buah dan sekam, pemberian laksatif yg berfungsi mengabsorbsi air saat melewati usus dapat membantu. Rendam duduk dengan salep dan supposituria yg mengandung anastesi, astringen (witch hazel) dan tirah baring adalah tindakan yg mengurangi pembesaran.
Tindakan nonoperatif hemoroid seperti fotokoagulasi inframerah, diatermi bipolar dan terafi laser adalah tehnik terbaru yg digunakan untuk melekatkan mukosa ke otot yg mendasarinya. Injeksi larutan sklerosan juga efektif untuk hemoroid yg berukuran kecil dan berdarah. Prosedur ini membantu mencegah prolaps.
Tindakan bedah konservatif pada hemoroid internal adalah ligasi pita karet, yakni melakukan pengikatan hemoroid dgn pita karet sehingga bagian distal jaringan dari pita karet nekrotik dan terlepas. Pada beberapa pasien tindakan ini menyebabkan nyeri dan infeksi ferianal.
Hemoroidektomi krisiorurgi, mengangkat hemoroid dengan cara membekukanya selama waktu tertentu sampai terjadi nekrotik. Prosedur ini relative kurang menimbulkan nyeri tetapi mengeluarkan rabas yang berbau sangat menyengat dan luka yg ditimbulkan lama sembuhnya.
Laser Nd:YAG dapat digunakan untuk mengeksisi hemoroid eksternal. Tindakan in cepat dan kurang menimbulkan nyeri. Hemoragi dan abses jarang menjadi komplikasi pasca bedah.
Untuk hemoroid yg venanya mengalami thrombosis luas dilakukan hemoroidektomi (eksisi bedah).



VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
 Eritrosit
 Lekosit
 Led
 Hb
Diagnostik :
 Proktoskopy
 Anuscopy


 Sigmoideskopy


VIII. PENGKAJIAN
Aktivitas/istirahat
 Riwayat pekerjaan mengangkat beban berat, berdiri lama
 Penurunan rentang gerak dan ekstremitas pada salah satu bagian tubuh.
 Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya
Eliminasi
 Konstipasi yg lama
 Retensio urine
Integritas Ego
 ketakutan akan timbulnya masalah finansial keluarga, hubungan dan gaya hidup.
 Tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga
 Susah tidur, peningkatan ketegangan/peka rangsang
Keamanan
 Alergi terhadap obat dan makanan, plester, larutan disinfektan.
 Difisiensi imun, menigkatkan resiko infeksi sistemik dan penundaan penyembuhan.
 Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi.
 Riwayat tranfusi darah/reaksi terhadap tranfusi darah.
Kenyamanan
 nyeri yang akan semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin, defekasi, nyeri yang tidak ada hentinya, nyeri yang menjalar ke kaki, bokong, bahu/lengan, kaku pada leher.(Doenges, 1999 : 320-321).
Post Operasi.
Adapun data-data yang harus dikaji pasca operasi hernioraphy adalah sebagai berikut :
System pernafasan.
 Potensi jalan nafas,
 Perubahan pernafasan (rata-rata, pola dan kedalaman), RR < 10 x/menit,
 Auskultasi paru : keadekuatan ekspansi paru, kesimetrisan.
 Inspeksi : pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma, retraksi sternal, thorax drain.
System cardiovascular.
 Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tiap 15 menit (4x), 30 menit (4x), 2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil.
 Kaji sirkulasi perifer (kualitas denyut, warna, temperature, dan ukuran ekstremitas).
Keseimbangan cairan dan elektrolit :
 Inspeksi membrane mukosa (warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan), kaji intake/output,
 Monitor cairan intravena dan tekanan darah.
System persarafan.
 Kaji fungsi serebral dan tingkat kesadaran, kekuatan otot, koordinasi.
System perkemihan.
 Control volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 - 8 jam pasca anesthesia,
 Retensio urine,
 Dower catheter (kaji warna, jumlah urine, output urine < 30 ml/jam)
System gastrointestinal.
 Mual muntah,
System integument.
 Kaji factor infeksi luka,
 Diostensi dari odema/palitik illeus,
 Tekanan pada daerah luka, dehiscence, eviscerasi.
Cerobong angin dan balutan.
 Semua balutan dan drain dikaji setiap 15 menit pada saat diruang post anesthesia recovery meliputi jumlah, warna, konsistensi, dan bau cairan yg keluar dan tanggal observasi.
Pengkajian nyeri.
 Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah, drain/cerobong angin dan posisi intra operatif.
 Kaji tanda fisik dan emosi (peningkatan nadi dan tekanan darah, hypertensi, diaphoresis, gelisah, menangis), kaji kualitas nyeri sebelum dan setelah pemberian analgetik.
IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN
PRE OPERATIF
1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya benjolan didaerah anus, terasa nyeri dan gatal
 Terpenuhinya rasa nyaman
 Kriteria hasil :
o nyeri berkurang
o rasa gatal berkurang
o massa mengecil.
 Intervensi :
o Perbaiki personal hygiene.
o Memberikan posisi recumben
o Berikan rendam duduk dengan salep/ larutan permangan 1 / 1000 % pada pagi dan sore hari
o Kompres dingin pada saat nyeri
o Anjurkan tirah baring

 Rasionalisasi ;
o Memberikan kenyamanan dan kesegaran pasien
o Untuk mengurangi penekanan, edema dan prolaps.
o Menurunkan ketidak nyamanan lokal, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.
o Mengurangi nyeri dan rasa panas pada hemoroid
o Untuk mengurangi pembesaran hemoroid menggunakan grvitasi.
2. Potensial konstipasi sehubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi dan takut terjadi perdarahan
 Tujuan : tidak terjadi konstipasi
 Criteria hasil :
o Pasien menyatakan tidak takut melakukan defekasi
o Pola BAB normal
 Intervensi :
o Berikan diet tinggi serat yg mengandung buah dan sekam
o Tingkatkan pemasukan cairan
o Berikan pelicin pada defekasi yg terlalu keras
o Berikan supposituria yg mengandung anastesi
 Rasionalisasi :
o Agar faeces tidak terlalu padat dan pola BAB tetap normal
o Agar feces dapat lebih lunak
o Pelicin dapat membantu memudahkan pengeluaran faeces
o Untuk mengurangi nyeri saat defekasi

DIAGNOSE POST OPERASI
3. Gangguan rasa nyaman (Nyeri) pada luka operasi berhubungan dengan adanya jahitan pada luka operasi dan terpasangnya cerobong angin.
 Tujuan :Terpenuhinya rasa nyaman
 Kriteria hasil :
o Tidak terdapat rasa nyeri/nyeri berkurang
o Pasien dapat melakukan aktivitas
 Intervensi :
o Beri posisi tidur yang menyenangkan pasien.
o Ganti balutan setiap pagi sesuai tehnik aseptic
o Latihan jalan sedini mungkin
o Observasi daerah rektal apakah ada perdarahan
o Berikan penjelasan tentang tujuan pemasangan cerobong anus (guna cerobong anus untuk mengalirkan sisa-sisa perdarahan yang terjadi didalam agar bisa keluar).
o Cerobong anus dilepaskan sesuai advice dokter (pesanan)
 Rasionalisasi :
o Dapat menurunkan tegangan abdomen dan meningkatkan rasa kontrol.
o Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah bertindak sebagai penyerap kontaminasi eksternal dan menimbulkan rasa tidak nyaman.
o Dapat menurunkan masalah yang terjadi karena imobilisasi
o Perdarahan pada jaringan, imflamasi lokal atau terjadinya infeksi dapat meningkatkan rasa nyeri.
o Pengetahuan tentang manfaat cerobong anus dapat membuat pasien paham guna cerobong anus untuk kesembuhan lukanya.
o Meningkatkan fungsi fisiologis anus dan memberikan rasa nyaman pada daerah anus pasien karena tidak ada sumbatan
4. Potensial terjadinya infeksi pada luka berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat
 Tujuan : Tidak terjadi infeksi
 Criteria hasil :
o Tidak terdapat tanda-tanda radang.
o Luka mongering
 Intervensi :
o Observasi tanda vital tiap 4 jam.
o Obserpasi balutan setiap 2 – 4 jam, periksa terhadap perdarahan dan bau.
o Ganti balutan dengan teknik aseptik
o Bersihkan area perianal setelah setiap depfikasi


 Rasionalisasi :
o Respon autonomik meliputi TD, respirasi, nadi yang berhubungan dengan keluhan / hilangnya nyeri . Abnormalitas tanda vital perlu di observasi secara lanjut.
o Deteksi dini terjadinya proses infeksi dan / pengawasan penyembuhan luka oprasi yang ada sebelumnya.
o Mencegah meluas dan membatasi penyebaran luas infeksi atau kontaminasi silang
o Untuk mengurangi / mencegah kontaminasi daerah luka.
5. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan dirumah.
 Tujuan : Pasien dapat mengerti tentang perawatan dirumah.
 Criteria hasil :
o Pasien dapat menyatakan/menjelaskan tata cara perawatan di rumah
 Intervensi ;
o Diskusikan pentingnya penatalaksanaan diet rendah sisa.
o Demontrasikan perawatan area anal dan minta pasien mengulanginya
o Anjurkan zithbath
o Bersihkan area anus dengan baik dan keringkan seluruhnya setelah defekasi.
o Diskusikan gejala infeksi luka agar dapat segera mendapatkan perawatan.
o Diskusikan mempertahankan difekasi lunak dengan menggunakan pelunak feces dan makanan laksatif alami.
o Jelaskan pentingnya menghindari mengangkat benda berat dan mengejan.

 Rasionalisasi :
o Pengetahuan tentang diet berguna untuk melibatkan pasien dalam merencanakan diet dirumah yang sesuai dengan yang dianjurkan oleh ahli gizi.
o Pemahaman akan meningkatkan kerja sama pasien dalam program terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan terhadap penyakitnya.
o Meningkatkan kebersihan dan kenyaman pada daerah anus (luka atau polaps).
o Melindungi area anus terhadap kontaminasi kuman-kuman yang berasal dari sisa defekasi agar tidak terjadi infeksi.
o Pengenalan dini dari gejala infeksi dan intervensi segera dapat mencegah progresi situasi serius.
o Mencegah mengejan saat difekasi dan melunakkan feces.
o Menurunkan tekanan intra abdominal yang tidak perlu dan tegangan otot.


Untuk download ; abah zahra

26 Oktober 2009

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN APPENDICITIS



I.ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm, dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal. Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya.

fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir dimuara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.

II.DEFINISI
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10-30 tahun.

III.ETIOLOGI
Apendiksitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan akibat :
1. Hiperplasia dari folikel limfoid
2. Adanya fekalit dalam lumen apendiks
3. keganasan seperti tumor apendiks, karsinoma
4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis
5. Erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histilitica.
Menurut penelitian, epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan rendah serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan apendiksitis. Hal tersebut akan meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan fungsional apendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora pada kolon.

IV.PATOFISIOLOGI
Obstruksi menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang di tandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneom setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini di sebut apendisitis supuratif akut.
Bila aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti gangren dan disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah maka terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan itu ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.

V.PENUNJANG
Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan apendisitis akut, akan terjadi leukositosis pada kebanyakan kasus. Pemeriksaan urine juga perlu dilakukan untuk membedakan dengan kelainan pada ginjal dan saluran kemih. Pemeriksaan USG dilakukan bila telah terjadi infiltrat apendikularis.

VI.KOMPLIKASI
Komplikasi utama apendiksitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 10% sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7o C atau lebih tinggi, nyeri tekan abdomen yang kontinue.

VII.PENATALAKSANAAN
Pada apendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi apendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang persitaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain diperut kanan bawah.
1.Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirabaring dan dipuasakan
2.Tindakan operatif ; apendiktomi
3.Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.
VIII. PENGKAJIAN
Abdominal :
 Nyeri abdomen kuadran kanan bawah berat dan menetap
 Nyeri lepas di atas titik McBurney’s
 Peningkatan nyeri bila batuk
 Demam, mual, dan muntah
Sistem kardiovaskuler :
 Untuk mengetahui tanda-tanda vital,
 ada tidaknya distensi vena jugularis,
 pucat,
 edema, dan
 kelainan bunyi jantung.
Sistem hematologi :
 Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan,
 mimisan
 splenomegali.
Sistem urogenital :
 Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
Sistem muskuloskeletal :
 Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan,
 sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak.
Sistem kekebalan tubuh :
 Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening.
Pemeriksaan diagnostik :
 Jumlah leukosit diatas 10.000/mm¬3
 USG abdomen menunjukkan proses inflamasi

IX.Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul adalah:
1.Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan pembatasan intake.
Tujuan : menunjukan keseimbangan cairan yang adekuat
Kriteria hasil :
o Turgor kulit baik
o Urine cukup
o Membrane mukosa lembab
o Pengisian kapiler baik
o Tanda-tanda vital normal
Intervensi :
o Pantau tanda – tanda vital
o Pertahankan intake dan output cairan.
o Awasi tanda peningkatan rangsang muntah
o Kolaborasi pemberian antiemetik
Rasionalisasi :
o Akan terjadi peningkatan nadi, respirasi dan suhu bila terjadi dehidrasi.
o Mempertahankan volume sirkulasi
o Mencegah muntah


2.Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan peritonitis sekunder terhadap apendiks perforasi.
Tujuan : mencegah terjadinya infeksi
Kriteria hasil : tidak ada manifestasi peritonitis
Intervensi :
o Monitor setiap jam tanda vital, bising usus, ukuran abdomen dan kualitas nyeri. Pertahankan puasa, berikan terapi IV sesuai program. Siapkan pasien pada pembedahan sesuai pesanan.
o Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler.
o Jelaskan bahwa obat nyeri tidak dapat diberikan sampai penyebab nyeri telah teridentifikasi.
Rasionalisasi
o Untuk mendeteksi perforasi
o Untuk pengosongan lambung untuk mencegah aspirasi saat pembiasan, mencegah makanan keluar ke ruang intra abdomen bila terjadi perforasi usus.
o Untuk mengurangi tegangan pada otot abdominal.
o Obat nyeri menutupi gejala, khususnya bila apendiks ruptur.

3.Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan appendik/luka pembedahan (post op)
Tujuan : gangguan rasa nyaman nyeri dapat teratasi
Kriteria hasil :
o nyeri berkurang
o tanda – tanda vital normal
o pasien tanpak tenang dan rileks
intervensi :
o pantau tanda-tanda vital dan ukur intensitas nyeri pasien.
o Anjurkan klien bedres di tempat tidur
o Atur posisi senyaman mungkin
o Ajarkan tehnik relaksasi dan nafas dalam
o Kolaborasi pemberian terafi medic
Rasionalisasi :
o Nyeri berpengaruh terhadap tanda-tanda vital klien, untuk mengatasi nyeri klien harus diketahui persepsi klien atas nyeri yang dialaminya.
o Aktivitas dapat menyebabkan terjadinya pergeseran organ intra abdomen sehingga terjadi penekanan terhadap appendik yg dapat menambah hebat nyeri yg dialami pasien.Istirahat diharapkan dapat mengurangi penekanan itu.
o Posisi yg tepat mengurangi penekanan dan mencegah ketegangan otot sehingga dapat mengurangi nyeri.
o Relaksasi mengurangi ketegangan otot dan mental sehingga perasaan lebih nyaman.
o Pemberian analgetik dapat dipertimbangkan untuk nyeri pasien.
4.Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi
Tujuan : pasien dapat tidur dengan nyaman
 Kriteria hasil :
o Pasien mengungkapkan kemampuan untuk tidur.
o Pasien tidak merasa lelah ketika bangun tidur.
o Kualitas dan kuantitas tidur normal
Intervensi :
o Anjurkan latihan pada siang hari dan kurangi aktivitas pada sore hari
o Evaluasi tingkat stress
o Buat jadwal tetap waktu tidur yg disepakati
o Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi dan massage punggung.
Rasionalisasi :
o Mengurangi kelelahan berlebihan yg dapat mengganggu pola tidur
o Stress dapat mengganggu tidur
o Kebiasaan tidur terjadwal dapat meningkatkan kualitas tidur.
o Untuk meningkatkan relaksasi dan perasaan mengantuk.

untuk download abah zahra

25 Oktober 2009

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN HERNIA


I. PENGERTIAN
Kata hernia berasal dari bahasa latin herniae yaitu menonjolnya isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yg lemah pada dinding rongga.
Secara umum hernia merupakan proskusi (penonjolan) isi suatu rongga dari berbagai organ internal melalui pembukaan abnormal atau kelemahan pada otot yg mengelilinginya dan kelemahan pada jaringan ikat suatu organ tersebut (Griffith, 1994).
Menurut Long (1996) hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dan tempatnya yang normal melalui sebuah congenital atau akuisital.
Mansjoer (2000) menyatakan,”hernia merupakan suatu penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui lubang kongenital atau didapat” (p.313).
Menurut R. Syamsuhidajat, Wim Dejong (1998) Hernia merupakan produksi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen isi perut menonjol melalui defek atau bagian-bagian lemah dari lapisan muscular aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri dari cincin, kantong dan isi hernia,(p.700).
Hernia adalah adalah suatu keadaan menonjolnya isi usus suatu rongga melalui suatu lubang ( Oswari, 2000 ).
Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan atau struktur melewati dinding rongga yg secara normal memang berisi bagian-bagian tersebut (Nettina, 2001).
Jadi hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan.
II. KLASIFIKASI
Hernia diklasifikasikan menurut letak, sifat dan proses terjadinya.

Dilihat dari macam dan jenis hernia, maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
A. Berdasarkan terjadinya :
1. Hernia bawaan atau congenital, yakni Hernia yang terdapat pada waktu lahir.
2. Hernia dapatan atau akuisita, Hernia yang disebabkan oleh pengangkatan benda berat atau strain atau cedera berat
B. Berdasarkan letaknya:
1. Hernia Diafragma, Herniasi struktur abdomen atau retroeritoneum ke dalam rongga dada.
2. Hernia Inguinal, Hernia lengkung usus ke dalam kanalis inguinalis.
3. Hernia Umbilikal, Sejenis hernia abdominalis dengan sebagian usus menonjol di umbilikus dan ditutupi oleh kulit dan jaringan subkutan.
4. Hernia Femoral, Hernia gelung usus ke dalam kanalis femoralis.
5. Hernia Epigastrika, Hernia abdominalis melalui linea alba diatas umbilikus.
6. Hernia Lumbalis, Herniasi omentum atau usus di daerah pinggang melalui ruang lesshaft atau segitiga lumbal.
C. Menurut sifatnya :
1. Hernia Reponibel, Isi hernia dapat keluar masuk usus, keluar jika berdiri atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala abstruksi usus.
2. Hernia Irreponibel, Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritonium kantong hernia.
3. Hernia Inkarserata, Isi kantong tertangkap tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai akibatnya yang berupa gangguan pasage. Dapat juga diartikan hernia irreponible yang sudah disertai dengan gejala ileus yaitu tidak dapat flatus. Jadi pada keadaan ini terjadi obstruksi jalan makan.
4. Hernia Strangulata, Hernia irreponible dengan gangguan vaskulerisasi mulai dari bendungan sampai nekrosis.
D. Hernia menurut terlihat atau tidaknya
1. Hernia Externa, Hernia yang menonjol keluar malalui dinding perut, pinggang atau perineum.
2. Hernia Interna, Tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu lubang dalam rongga perut seperti foramen winslow, ressesus retrosekalis atau defek dapatan pada mesinterium. Umpamanya setelah anatomi usus.
(Syamsuhidayat, 1998 : 701)
III. PENYEBAB
Hernia dapat terjadi karena ada sebagian dinding rongga lemah. Lemahnya dinding ini mungkin merupakan cacat bawaan atau keadaan yang didapat sesudah lahir. Pekerjaan angkat berat yang dilakukan dalam jangka lama juga dapat melemahkan dinding perut (Oswari, 2000).

Penyebab hernia terbagi 2 yaitu:
1. Kongenital ,
Terjadi sejak lahir adanya defek pada suatu dinding rongga.
2. Didapat (akquisita)
Hernia ini didapat oleh suatu sebab yaitu umur, obesitas, kelemahan umum, lansia, tekanan intra abdominal yang tinggi dan dalam waktu yang lama misalnya batuk kronis, gangguan proses kencing, kehamilan, mengejan saat miksi, mengejan saat defekasi, pekerjaan mengangkat benda berat (Mansjoer, Arif : 2000 : 314).

IV. PATOFISIOLOGI
Hernia inguinalis direk, hernia ini melewati dinding abdomen di area kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Ini lebih umum pada lansia. Hernia inguinalis direk secara bertahap terjadi pada area yang lemah ini karena defisiensi kongenital. Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah faktor kongenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu kehamilan yang dapat menyebabkan masuknya isi rongga perut melalui kanalis inguinalis, faktor yang kedua adalah faktor yang didapat seperti hamil, batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat dan faktor usia, masuknya isi rongga perut melalui kanal ingunalis, jika cukup panjang maka akan menonjol keluar dari anulus ingunalis ekstermus. Apabila hernia ini berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum karena kanal inguinalis berisi tali sperma pada laki-laki, sehingga menyebakan hernia scrontalis. Hernia ada yang dapat kembali secara spontan maupun manual juga ada yang tidak dapat kembali secara spontan ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali.
Keadaan ini akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau berpindah sehingga aktivitas akan terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap cincin hernia maka isi hernia akan terjepit sehingga terjadi hernia strangulate yang akan menimbulkan gejala illeus yaitu gejala abstruksi usus sehingga menyebabkan peredaran darah terganggu yang selanjutnya karena kurangnya suplai oksigen bisa terjadi Iskemik. Isi hernia ini akan menjadi nekrosis.
Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltik usus yang bisa menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate akan timbul gejala illeus yaitu perut kembung, muntah dan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul lebih berat dan kontinyu, daerah benjolan menjadi merah.(Manjoer, Arif, 2000 : 314 – 315, Syamsuhidayat, 1998 : 706)
Hernia femoralis, hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada wanita dari pada pria. Ini mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis femoralis yang membesar dan secara bertahap menarik peritonium dan hampir tidak dapat dihindari kandung kemih masuk ke dalam kantung. Ada insiden yang tinggi dari inkar serata dan strangulasi dengan tipe hernia ini.
Hernia umbilikalis, hernia umbilikalis pada orang dewasa lebih umum pada wanita karena peningkatan tekanan abdominal. Ini biasanya terjadi pada klien gemuk dan wanita multipara (Ester, 2002 : 53).
Hernia umbilicalis terjadi karena kegagalan orifisium umbilikal untuk menutup (Nettina, 2001 : 253)
Bila tekanan dari cincin hernia (cincin dari jaringan otot yang dilalui oleh protusi usus) memotong suplai darah ke segmen hernia dari usus, usus menjadi terstrangulasi. Situasi ini adalah kedaruratan bedah karena kecuali usus terlepas, usus ini cepat menjadi gangren karena kekurangan suplai darah (Ester, 2002 : 55).
Pembedahan sering dilakukan terhadap hernia yang besar atau terdapat resiko tinggi untuk terjadi inkarserasi. Suatu tindakan herniorrhaphy terdiri atas tindakan menjepit defek di dalam fascia. Akibat dan keadaan post operatif seperti peradangan, edema dan perdarahan, sering terjadi pembengkakan skrotum. Setelah perbaikan hernia inguinal indirek. Komplikasi ini sangat menimbulkan rasa nyeri dan pergerakan apapun akan membuat pasien tidak nyaman, kompres es akan membantu mengurangi nyeri (Long. 1996 : 246).

Gambar 1. Bagian-bagian Hernia2
1. Kantong hernia: pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis; 2. Isi hernia: berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia. Pada hernia abdominalis berupa usus; 3. Locus Minoris Resistence (LMR); 4. Cincin hernia: Merupakan bagian locus minoris resistence yang dilalui kantong hernia; 5. Leher hernia: Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia



V. CARA PEMERIKSAAN FISIK PASIEN HERNIA
Inspeksi Daerah Inguinal dan Femoral
Meskipun hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan viskus, atau sebagian daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal, 90% dari semua hernia ditemukan di daerah inguinal. Biasanya impuls hernia lebih jelas dilihat daripada diraba.
Pasien disuruh memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Lakukan inspeksi daerah inguinal dan femoral untuk melihat timbulnya benjolan mendadak selama batuk, yang dapat menunjukkan hernia. Jika terlihat benjolan mendadak, mintalah pasien untuk batuk lagi dan bandingkan impuls ini dengan impuls pada sisi lainnya. Jika pasien mengeluh nyeri selama batuk, tentukanlah lokasi nyeri dan periksalah kembali daerah itu.
Palpasi
Palpasi hernia inguinal dilakukan dengan meletakan jari pemeriksa di dalam skrotum di atas testis kiri dan menekan kulit skrotum ke dalam. Harus ada kulit skrotum yang cukup banyak untuk mencapai cincin inguinal eksterna. Jari harus diletakkan dengan kuku menghadap ke luar dan bantal jari ke dalam. Tangan kiri pemeriksa dapat diletakkan pada pinggul kanan pasien untuk sokongan yang lebih baik.
Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika di lateral masuk ke dalam kanalis inguinalis sejajar dengan ligamentum inguinalis dan digerakkan ke atas ke arah cincin inguinal eksterna, yang terletak superior dan lateral dari tuberkulum pubikum. Cincin eksterna dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan.
Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di dalam kanalis inguinalis, mintalah pasien untuk memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Seandainya ada hernia, akan terasa impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung atau bantal jari penderita. Jika ada hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan perhatikanlah apakah hernia itu dapat direduksi dengan tekanan yang lembut dan terus-menerus pada massa itu. Jika pemeriksaan hernia dilakukan dengan perlahan-lahan, tindakan ini tidak akan menimbulkan nyeri.
Setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini diulangi dengan memakai jari telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan. Sebagian pemeriksa lebih suka memakai jari telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan pasien, dan jari telunjuk kiri untuk memeriksa sisi kiri pasien. Cobalah kedua teknik ini dan lihatlah cara mana yang anda rasakan lebih nyaman.
Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak tembus cahaya, suatu hernia inguinal indirek mungkin ada di dalam skrotum. Auskultasi massa itu dapat dipakai untuk menentukan apakah ada bunyi usus di dalam skrotum, suatu tanda yang berguna untuk menegakkan diagnosis hernia inguinal indirek.
Transluminasi Massa Skrotum
Jika anda menemukan massa skrotum, lakukanlah transluminasi. Di dalam suatu ruang yang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi pembesaran skrotum. Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis normal tidak dapat ditembus sinar. Transmisi cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel atau spermatokel.

Tabel 1. Diagnosis Banding Pembesaran Skrotum yang Lazim Dijumpai8

Diagnosis Umur Lazim
(Tahun)
Transiluminasi Eritema
Skrotum
Nyeri
Epididimitis Semua umur Tidak Ya Berat
Torsio testis < 35 Tidak Ya Berat
Tumor testis < 35 Tidak Tidak Minimal
Hidrokel Semua umur Ya Tidak Tidak ada
Spermatokel Semua umur Ya Tidak Tidak ada
Hernia Semua umur Tidak Tidak Tidak ada sampai sedang*
Varikokel > 15 Tidak Tidak Tidak ada
* Kecuali kalau mengalami inkarserasi, di mana nyerinya mungkin berat


VI. Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Penunjang
1. Manifestasi klinis
Umumnya pasien mengatakan turunnya selangkangan atau kemaluan. Benjolan tersebut bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur dan bila menangis, mengejan atau mengangkat benda berat atau bila posisi berdiri bisa timbul kembali. Bila telah terjadi komplikasi dapat ditemukan nyeri.
Keadaan umum pasien biasanya baik. Bila benjolan tidak tampak, pasien dapat disuruh mengejan dengan menutup mulut dalam posisi berdiri. Bila ada hernia maka akan tampak benjolan. Bila memang sudah tampak benjolan, harus diperiksa apakah benjolan tersebut dapat dimasukkan kembali. Pasien diminta berbaring, bernapas dengan mulut untuk mengurangi tekanan intraabdominal, lalu skrotum diangkat perlahan-lahan. Diagnosis pasti hernia pada umumnya sudah dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang teliti.
Keadaan cincin hernia juga perlu diperiksa. Melalui skrotum jari telunjuk dimasukkan ke atas lateral dari tuberkulum pubikum. Ikuti fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus. Pada keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk. Pasien diminta mengejan dan merasakan apakah ada massa yang menyentuh jari tangan: Bila massa tersebut menyentuh ujung jari maka itu adalah hernia inguinalis lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi jari maka diagnosisnya adatah hernia inguinalis medialis.
Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai hematuria (kencing darah) disamping benjolan di bawah sela paha.
Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di daerah perut disertai sasak nafas.
Bila pasien mengejan atas batuk maka benjolan hernia akan bertambah besar. (Oswari, 2000 : 218)







2. Pemeriksaan penunjang

a. Foto Abdomen, Dapat menyatakan adanya pengerasan material pada apendiks (fekalit), ileus terlokalisis.
b. Urinalisis, Munculnya bakteri yang mengidentifikasi infeksi.
c. Elektrolit, Ketidakseimbangan akan mengganggu fungsi organ, misalnya penurunan kalium akan mempengaruhi kontraktilitan otot jantung, mengarah kepada penurunan curah jantung.
d. AGD (Analisa Gas Darah), Mengevaluasi status pernafasan terakhir.
e. ECG (Elektrocardiograf), Penemuan akan sesuatu yang tidak normal membutuhkan prioritas perhatian untuk memberikan anestesi (Doengoes, 2000 : 902).

Intervensi Medis
a. Terafi konservatif / non bedah meliputi:
 Penggunaan alat penyokong, ini bersifat sementara seperti pemakaian sabuk/korset pada hernia ventralis.
 Dilakukan reposisi postural pada pasien dengan hernia inkarserata yg tidak menunjukan gejala sistemik.
b. Terapi umum adalah operasi.
VII. KOMPLIKASI
Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan ini disebut hernia inguinalis ireponibilis. pada keadaan ini belum ada ada gangguan penyaluran isi usus. Isi hernia yang tersering menyebabkan keadaan ireponibilis adalah omentum, karena mudah melekat pada dinding hernia dan isinya dapat menjadi lebih besar karena infiltrasi lemak. Usus besar lebih sering menyebabkan ireponibilis daripada usus halus.
Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat makin banyaknya usus yang masuk. Keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus diikuti dengan gangguan vaskular (proses strangulasi). Keadaan ini disebut hernia inguinalis strangulata.
Pada keadaan strangulata akan timbul gejala ileus, yaitu perut kembung, muntah, dan obstipasi. Pada strangulasi nyeri yang timbul lebih hebat dan kontinyu, daerah benjolan menjadi merah, dan pasien menjadi gelisah.

VIII. PENGKAJIAN
Aktivitas/istirahat
 Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat berat, duduk, mengemudi dan waktu lama.
 Membutuhkan papan/matras yang keras saat tidur.
 Penurunan rentang gerak dan ekstremitas pada salah satu bagian tubuh.
 Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.
 Atrofi otot pada bagian tubuh yang terkena gangguan dalam berjalan

Eliminasi
 Konstipasi dan adanya inkartinensia/retensi urine.
Integritas Ego
 ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas, masalah pekerjaan finansial keluarga, hubungan dan gaya hidup.
 Tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga
 Susah tidur, peningkatan ketegangan/peka rangsang
Neurosensori
 Kesemutan, kekakuan, kelemahan dari tangan/kaki.
 Penurunan reflek tendon dalam, kelemahan otot, hipotonia.
 Nyeri tekan/spasme otot paravertebralis, penurunan persepsi nyeri
Keamanan
 Alergi terhadap obat dan makanan, plester, larutan disinfektan.
 Difisiensi imun, menigkatkan resiko infeksi sistemik dan penundaan penyembuhan.
 Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi.
 Riwayat tranfusi darah/reaksi terhadap tranfusi darah.
Kenyamanan
 nyeri seperti tertusuk pisau, yang akan semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin, defekasi, nyeri yang tidak ada hentinya, nyeri yang menjalar ke kaki, bokong, bahu/lengan, kaku pada leher.(Doenges, 1999 : 320-321).
Post Operasi.
Adapun data-data yang harus dikaji pasca operasi hernioraphy adalah sebagai berikut :
System pernafasan.
 Potensi jalan nafas,
 Perubahan pernafasan (rata-rata, pola dan kedalaman), RR < 10 x/menit,
 Auskultasi paru : keadekuatan ekspansi paru, kesimetrisan.
 Inspeksi : pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma, retraksi sternal, thorax drain.
System cardiovascular.
 Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tiap 15 menit (4x), 30 menit (4x), 2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil.
 Kaji sirkulasi perifer (kualitas denyut, warna, temperature, dan ukuran ekstremitas).
Keseimbangan cairan dan elektrolit :
 Inspeksi membrane mukosa (warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan), kaji intake/output,
 Monitor cairan intravena dan tekanan darah.
System persarafan.
 Kaji fungsi serebral dan tingkat kesadaran, kekuatan otot, koordinasi.
System perkemihan.
 Control volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 - 8 jam pasca anesthesia,
 Retensio urine,
 Dower catheter (kaji warna, jumlah urine, output urine < 30 ml/jam)
System gastrointestinal.
 Mual muntah,
 Kaji fungsi gastrointestinal dengan auskultasi suara usus, kaji palitik ileus,
 Insersi NG tube intra operatif dengan drainage lambung (untuk memonitor perdarahan, mencegah obstruksi usus, irigasi atau pemberian obat, jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6- 8 jam).
System integument.
 Kaji factor infeksi luka,
 Diostensi dari odema/palitik illeus,
 Tekanan pada daerah luka, dehiscence, eviscerasi.
Drain dan balutan.
 Semua balutan dan drain dikaji setiap 15 menit pada saat diruang post anesthesia recovery meliputi jumlah, warna, konsistensi, dan bau cairan drain dan tanggal observasi.
Pengkajian nyeri.
 Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah, drain dan posisi intra operatif.
 Kaji tanda fisik dan emosi (peningkatan nadi dan tekanan darah, hypertensi, diaphoresis, gelisah, menangis), kaji kualitas nyeri sebelum dan setelah pemberian analgetik.

Pathway (Mansjoer. Arif, 2000 : 314-315 ; Syamsuhidayat, 1998 : 706 ; NANDA, 2005 ; Doengoes, 2000)



IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnose keperawatan post operatif.
1. Gangguan rasa nyaman (Nyeri) berhubungan dengan diskontinuitas jaringan akibat tindakan operasi. (capernito, 2000)
 Tujuan : nyeri hilang atau berkurang
 Criteria hasil:
o Klien mengungkapkan rasa nyeri hilang atau berkurang
o Tanda-tanda vital normal
o Pasien tampak tenang dan rileks
 Intervensi :
o Pantau dan perhatikan lokasi dan intensitas nyeri pasien (skala 0 – 10) serta faktor pemberat/penghilangnya.
o Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri segera saat mulai.
o Pantau tanda-tanda vital
o Kaji insisi bedah, perhatikan edema ; perubahan konter luka (pembentukan hematoma) atau inflamasi/mengeringnya tepi luka.
o Dorong Ambulasi diri
o Ajarkan teknik relaksasi dan Distraksi
o Kolaborasi Pemberian Obat Alagetik
(Doengos Marillyn, 2000 )
 Rasional :
o Nyeri insisi bermakna pada pasca operasi awal, diperberat oleh pergerakan, batuk, distensi abdomen, mual.
o Intervensi diri pada kontrol nyeri memudahkan pemulihan otot/jaringan dengan menurunkan tegangan otot dan memperbaiki sirkulasi.
o Respon autonemik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernapasan yang berhubungan dengan keluhan/penghilang nyeri. Abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lanjut.
o Perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi lokal atau terjadinya infeksi dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi. Meningkatkan normalisasi fungsi organ contoh merangsang perstaltik dan lelancaran flaktus.
o Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian dapat meningkatkan koping.
o Memberikan penurunan nyeri hebat
2. Immobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak
 Tujuan : Pasien dapat beraktivitas dengan nyaman
 Kriteria hasil :
o Menunjukkan mobilitas yang aman
o Meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit
 Intervensi :
o Berikan aktivitas yang disesuaikan dengan pasien
o Anjurkan keluarga dalam melakukan meningkatkan kemandirian pasien
o Anjurkan pasien untuk beraktivitas sehari-hari dalam keterbatasan pasien
o Kolaborasi dalam pemberian obat

 Rasional :
o Imbolitas yang dipaksakan dapat memperberat keadaan.
o Partisipasi keluarga akan meningkatkan kemandirian pasien.
o Keterbatasan aktivitas bergantung pada kondisi yang khusus tetapi biasanya berkembang dengan lambat sesuai toleransi
o Obat dapat meningkatkan rasa nyaman dan kerjasama pasien selama melakukan aktivitas.
(Doengoes Marillyn, 2000 : 324)
3. Risiko terjadinya infeksi berhubungan dengan insisi bedah/operasi
 Tujuan : tidak ada infeksi
 Criteria hasil :
o Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus
o Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor
o Tanda-tanda vital normal
 Intervensi :
o Pantau tnda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu.
o Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya inflamasi
o Observasi terhadap tanda/gejala peritonitas, misal : demam, peningkatan nyeri, distensi abdomen.
o Pertahankan perawatan luka aseptik, pertahankan balutan kering.
o Lakukan perawatan terhadap prosedur infasif seperti infus, kateter, drainase luka dll.
o Berikan obat-obatan sesuai indikasi : Antibiotik, misal : cefazdine (Ancel)
 Rasional :
o Suhu malam hari memuncak yang kembali ke normal pada pagi hari adalah karakteristik infeksi.
o Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan.
o Meskipun persiapan usus dilakukan sebelum pembedahan elektif, peritonitas dapat terjadi bila usus terganggu. Misal : ruptur pra operasi, kebocoran anastromosis (pasca operasi) atau bila pembedahan adalah darurat.
o Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah sebagai sumbu retrogad, menyerap kontaminasi eksternal.
o Untuk mengurangi resiko infeksi nosokomial.
o Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi
 Tujuan : pasien dapat tidur dengan nyaman
 Criteria hasil:
o Pasien mengungkapkan kemapuan untuk tidur
o Pasien tidak merasa lelah ketika bangun tidur
o Kualitas dan kuatitas tidur normal
 Intervensi :
o Berikan kesempatan untuk istirahat atau tidur, anjurkan latihan pada siang hari, turunkan aktivitas mental/fisik pada sore hari.
o Evaluasi tingkat stress/orientasi sesuai perkembangan hari demi hari
o Lengkapi jadwal tidur dan ritual secara teratur
o Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi dan massage punggung.
o Turunkan jumlah minum pada sore hari dan buang air kecil sebelum tidur.
 Rasionalisasi :
o Aktivitas fisik dan mental yang lama dapat mengakibatkan kelelahan sehingga pasien susah tidur. Aktivitas yg terprogram dan tanpa stimulasi yg berlebihan dapat menigkatkan waktu tidur.
o Peningkatan kebingungan, disorientasi dan tingkah laku yg tidak kooperatif (sindrom sundowner) dapat melanggar pola tidur yg mencapai tidur pulas.
o Mempertahankan kestabilan pola diharapkan dengan kebiasaan tidur pada waktu yang tetap dapat meningkatkan kualitas tidur.
o Meningkatkan relaksasi dan perasaan mengantuk.
o Menurunkan kebutuhan ke kamar mandi untuk BAK pada malam hari.